ODW Gua Batu Cermin

 Batu Cermin






Gua Batu Cermin adalah salah satu destinasi wisata populer di Kota Labuan Bajo. Lokasinya yang berada di pinggir kota, dengan akses yang lumayan dekat dari Bandara Komodo dan Pelabuhan membuat tempat ini ramai dikunjungi wisatawan. 

Gua ini berada di area bebatuan karst dan hutan bambu seluas 19 hektar. Selain bambu, area gua ini juga ditumbuhi beberapa jenis pepohonan lokal seperti Pohon Daleng, Pohon Bidara, dan Kesambi. Bebatuan tempat Guanya sendiri setinggi 75 meter.

Gua ini pertamakali ditemukan oleh Theodore Lambertus Verhoeven pada tahun 1951. Verhoeven adalah seorang imam katolik SVD asal Belanda yang juga menaruh minat pada arkeologi. Kala itu, Verhoeven menjadi pastor SVD dari Eropa yang ditugaskan di Flores. Tahun 1963, ia juga meneliti Liang Bua di Ruteng, tempat ditemukannya fosil manusia kerdil Flores yang disebut Homo Floreseinsis. Dari pengamatan Verhoeven, Gua Batu Cermin dulunya berada di bawah laut. Hal ini bisa dilihat dari bentuk bebatuan karst sekitar Gua juga stalakmit dan stalaktit di dalam gua. Selain itu, ada juga beberapa fosil hewan laut yang menempel di dinding gua seperti fosil ikan, penyu, dan keong yang bisa dilihat hingga kini.

Nama Batu Cermin diambil karena pada saat Verhoeven menemukan Gua ini, keadaan dalam lorong gua sedang berair. Sinar matahari yang masuk ke gua melalui lubang gua mengenai air dan Verhoeven bisa melihat bayangannya sendiri di air itu. Ada juga yang menyebut, nama Batu Cermin diambil karena pada waktu-waktu tertentu sinar matahari masuk melalui lubang gua dan memantulkan cahayanya di dinding sehingga menghasilkan refleksi dan cahaya kecil lainnya ke area lain di dalam gua. Refleksi dan cahaya itu menyerupai cermin.

Selain “cermin” dan fosil beberapa hewan laut, belakangan beberapa pengunjung juga mulai menemukan ornamen-ornamen yang menarik baik di luar maupun di dalam gua. Ada ‘batu jodoh’ yang merupakan stalakmit dan stalaktit yang saling bertemu dan membentuk sebuah tiang. Ada patung dua orang kekasih yang saling berpelukan dan dijaga seekor ular Naga. Ada stalaktit yang menyerupai penis lalu diberinama Batu Penis. Ada juga batu yang menyerupai kepala T-rex dan pengunjung lain melihatnya seperti kepala Harimau. Di dalam Gua, selain ada kelelawar, juga ada ornamen dinding gua yang menyerupai seorang perempuan. Ada yang menyebutnya seperti ‘Bunda Maria’, ada juga yang menyebutnya ‘Bidadari Batu Cermin’. Tak jauh dari Gua, di sekitar hutan Bambu, ada juga Batu Payung. Satu batu besar berada di atas satu batu lainnya dan menyerupai payung.

Hal menarik lainnya dari area Gua Batu Cermin adalah warna dedaunan hutan bambu. Selama musim hujan, antara Desember-April, warna dedaunan bambu akan sangat hijau. Selama musim kemarau, antara Mei-November, warna dedaunan bambu akan berubah coklat. Dari cerita orang setempat, sebelum menjadi destinasi wisata yang ramai dikunjungi wisatawan, Gua Batu Cermin menjadi tempat orang-orang lokal menghalau hewan buruan khususnya Rusa dan Babi. Bila Rusa dan Babi sudah masuk kedalam Gua, mereka akan mudah untuk ditangkap. Cerita lainnya, dahulu kala Gua Batu Cermin menjadi tempat tinggal seorang bidadari.

Sang Bidadari jarang mandi. Sehingga mengapa sampai saat ini, Gua Batu cermin tak pernah diguyur hujan. Bila kawasan Labuan Bajo dan sekitarnya diguyur hujan, Gua Batu Cermin tidak basah. Ornamen yang menyerupai seorang perempuan di salah satu dinding dalam gua dipercaya merupakan gambar sang bidadarii penunggu Batu Cermin. Nama Pulau Bidadari, sebuah pulau yang terletak di depan kota Labuan Bajo juga dipercaya ada hubungannya dengan Bidadari penunggu Gua Batu Cermin. 


Sumber: Disparekrafbud


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Situs Prasejarah Liang Verhoeven

Tete Kilu dan Kenangan yang Terlupakan