Caci Manggarai
Caci Manggarai
Description
Caci adalah sebuah perang tradisonal masyarakat Manggarai. Pertarungan ini dibagi dalam dua kelompok, yaitu satu kelompok sebagai tuan rumah (atau disebut ngara beo dalam bahasa lokal) dan satu kelompok yang lain sebagai tamu yang diundang (atau disebut meka). Dalam arena pertarungan, petarung diatur satu-satu. Mereka turun arena secara bergantian. Satu orang mewakili tuan rumah dan satu orang yang lain mewakili tamu. Mereka bertarung secara kesatria. Alat yang digunakan untuk bertarung berupa cimeti. Cimeti terbuat dari kulit kerbau yang sudah dikeringkan bertahun-tahun.
Type of Dance
Caci bersifat sakral. Pelaksanaan Caci melalui sebuah acara ritual adat yang panjang.
Reprecent
Caci mewakili tiga Kabupaten, yaitu Manggarai Timur, Manggarai, dan Manggarai Barat.
History
Caci adalah salah satu warisan budaya masyarakat Manggarai. Warisan ini sudah ada sejak dahulu kala. Usianya diperkirakan ratusan tahun yang lalu. Dahulu, atraksi Caci hanya dipentaskan dalam acara penting di kampung-kampung. Namun, seiring dengan perkembangan zaman telah mengalami transformasi dari aspek bentuk, fungsi, dan makna. Permainan Caci banyak diminati, tidak hanya oleh orang dewasa, tetapi juga kaum remaja sebagai ajang pertunjukkan kejantanan.
Secara harafiah, kata Caci berasal dari kata bahasa Manggarai, yaitu ca artinya satu dan ci juga artinya satu. Jadi, Caci artinya satu melawan satu. Caci dimaknai sebagai sebuah pertarungan antara dua orang yang berasal dari kelompok yang berbeda secara bergantian dengan menggunakan cimeti dari kulit kerbau yang sudah dikeringkan. Caci dimainkan oleh anak remaja atau orang tua. Caci dilakukan dengan tujuan untuk melengkapi pelaksanaan upacara adat atau acara penting lainnya, seperti membuka lahan pertanian, peresminan rumah adat/lembaga adat, peresmian kampung baru, acara pernikahan, atau acara penting lainnya. Pelaksanaan Caci hanya dapat dilakukan di halaman rumah adat (natas mbaru gendang), kecuali atas arahan tua adat setempat. Ada tiga tahapan dalam Caci, yaitu tahapan ritual, meliputi selek, lilik compang, dan renggas, tahapan pembukaan, meliputi petok osang dan wa’u/kelong (toto loke/lomes) disertai danding, bunyian gong, dan gendang), tahapan pelaksanaan meliputi: paki ris, paki, ta'ang, rait, dan tahapan penutup, meliputi cepa kalus.
Values
Nilai-nilai yang terkandung dalam Caci adalah nilai spiritual, nilai sosial, nilai ekologis, nilai historis, nilai kesatriaan, nilai keberanian, dan invidual/personal.
Variety of Caci
Jenis Caci, yaitu Caci Wagal, Caci Randang, Caci Ontong Golo, Caci Congko Lokap
Choreography
Dalam permainan Caci, diawali ritual adat yang dilakukan di rumah adat (mbaru gendang) masing-masing, baik bagi tuan rumah maupun tamu. Setelah ritual adat, setiap pemain Caci mengenakan pakaian Caci (selek), melakukan acara adat di sebuah mesbah (compang) dengan cara lilik compang), kemudian melakukan perarakan (renggas) menuju arena Caci. Pemain Caci bersama rombongan penari memasuki arena Caci dalam bentuk berbaris sambil menari (danding) dan menyanyi yang dipimpin oleh seorang pemimpin atau disebut nggejang/ata wa leso). Setibanya di arena Caci, rombongan penari langsung membentuk lingkaran sambil bernyanyi dengan iringan bunyian gong dan gendang. Pemimpin berada di tengah lingkaran sambil menyanyi dan menari. Para pemain Caci juga menari mengintari arena pertarungan mengikuti irama musik atau disebut petok osang dan kelong. Dengan maksud memperlihatkan gaya dan kondisi kulit badannya di hadapan lawan/lomes dan toto loke.
Setelah lomes dan toto loke, pemandu dari masing-masing grup menyiapkan satu orang untuk menerima pukulan (ata ta'ang) dari tua adat sebagai pukulan pembukaan (paki ris). Usai acara paki ris, dilanjutnya dengan Caci. Pemandu masing-masing grup akan mengatur ke luar masuk pemain Caci. Bunyian gong dan gendang dan danding dihentikan ketika pemukulan berlangsung. Yang menerima pukulan, biasanya melakukan rait meskipun terkena pukulan dan luka. Rait merupakan reaksi dalam bentuk ujaran untuk mengekspresikan kejantanannya yang sudah disiapkan sebelumnya. Rait adalah identitas diri pemain Caci. Yang dikenal bukan nama dari pemain Caci, melainkan rait-nya.
Accompaniment Instruments
Instrumen pengiring Caci adalah gong dan gendang
Equipment
Perlengkapan pemain Caci, yaitu busana berupa celana panjang berwarna putih, kain songke, slendang, jonggo, ndeki, nggorong dan peralatan Caci berupa larik, nggiling/tameng, agang/koret.
Makna Simbolnya
Berbicara permainan caci hendaknya berbicara tentang ontologi caci yang membedah hal-hal yang berhubungan dengan "ada" yang berlangsung nyata.
Busana Pemain Caci:
a. Celana Panjang
Dahulu sebelum meluas penggunaan atau pemakaian celana panjang, maka umumnya pemain caci hanya menggunakan sarung tenun Manggarai. Sekarang celana panjang telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari atribut caci dengan warna putih. Demi estetika, kini pemain caci cenderung menyiapkan celana panjang berwarna putih untuk para pemain caci yang menyadari keserasian dan keindahan.
b. Kain sarung asli tenun Manggarai
Berbicara sarung tenunan Manggarai, umumnya ada 3 jenis, yaitu Songke, Lipa Todo dan Lipa Punca. Lipa (sarung) Todo adalah tenunan asli masyarakat Todo Kecamatan Satar Mese Kabupaten Manggarai, sedangkan Lipa Punca adalah tenunan asli masyarakat wilayah Timur Kabupaten Manggarai Timur.
c. Selendang
Sebagai pengikat sekaligus sebagai aksesoris, juga bagian dari tenunan asli Manggarai. Tenunan selendang Manggarai dimaksud pada beberapa kampung yang tersebar di Manggarai Raya, dan kini juga dikembangkan oleh beberapa sanggar di wilayah Manggarai Raya. Motif Songke atau selendang bukanlah sembarang motif, tetapi motif-motif itu syarat makna pesan moral untuk orang Manggarai. Motif-motif dimaksud antara lain:
o Motif jok pada lindi (tepi) tenunan, yaitu berbentuk segitiga sama kaki yang mengandung makna/pesan moral supaya orang Manggarai senantiasa berpusat pada Allah Pencipta (Mori Jari Dedek atau Mori Wowo) dan mematuhi pemimpin sebagai simbol lodok dan menjunjung tinggi kesatuan motif rumah gendang yang mengandung multi makna selain persatuan dan kesatuan.
o Motif Ntola (Bintang), yaitu simbol ideologl/cita-cita orang Manggaral yang dengan kata-kata sebagal berikut: Uwa.hoeng wulong langkas haeng ntale. Motif ini menunjukan bahwa orang Manggaral memiliki cita-cita yang tingid dan supaya setiap orang Manggaral berupaya menggapai cita-cita itu.
o Motif ranagong (laba-laba), yaitu mengandung makna/pesan moral supaya orang Manggarai bekerja jujur, tekun dan mandiri dalam dinamika kehidupan. (Mandiri karena laba-laba tidak pernah melibatkan temannya atau pasangannya membuat sarang/jaringan)
o Motif sosor dan libo (pancuran dan kolam mini), yaitu simbol kesatuan dan saling menunjang/bekerja sama antara laki-laki dan perempuan serta saling membutuhkan dalam lintas kehidupan. (sosor simbol laki-laki).
o Motif wela kaweng (bunga kaweng atau spesies perdu), yaitu simbol hutan sebagai penyangga kehidupan. (dulu kalau ternak luka karena sesuatu, maka obatnya wela kaweng). Kalau hutan merupakan penyangga kehidupan berarti orang Manggarai melalui motif wela kaweng dipesan leluhur untuk senantiasa menjaga/melestarikan hutan sebagai penyangga kehidupan.
d. Jonggo (selendang pembungkus atau pelindung kepala sampai leher dan selendang pembungkus atau pelindung pipi kiri-kanan sebagai satu kesatuan dengan pengait sudut Panggal tatkala beraksi menerima pukulan lawan). Selayaknya Jonggo ini juga dari tenunan asli Manggarai (redung), dan bukan sapu jawa atau selendang dari daerah lainnya.
e. Tubi rapa (Manik-manik hiasan yang tergantung di bawah dagu).
Aslinya tubi rapa hanya dipakai oleh pemain caci yang dinilai petarung senior yang terlatih/berpengalaman. Dengan demikian, tubi rapa kurang layak dipakai oleh para pemula.
f. Panggal. Dibuat dari kulit kerbau yang dikeringkan, dibentuk seperti penampang kepala kerbau yang bertanduk, dihiasi ambung-ambung (bulu-bulu panjang dari jenggot kambing); Panggal itu sendiri (setelah dikeringkan dan dibentuk) lalu dibungkus/dijahit dengan kain warna-warni bertepi jok seperti jok songke. Maknanya sebagal pelindung kepala dari pukulan lawan tersulam keyakinan dan harapan supaya ketahanan kepala kuat seperti kepak kerbau. Mengapa dari kulit kerbau? Karena puncak ritus berskala besar maka hewan korbannya adalah kerbau. Puncak ritus nempung, dalam tudak nempung didoakan cikat Kina. Wagak Kaba, dalam ritus adat berskala besar. Babi dan Kerbaulah hewan korbannya. Karena kulit kerbau bila sudah dikeringkan, tidak garing dan mudah robek/pecah.
g. Ndeki. Dibuat dari rotan, ditekukkan seperti ekor kerbau yang sedang dikibar naik, dibungkus kain ke dua ujungnya, sedangkan bagian puncaknya dihiasi dengan jenggot kambing dewasa. Maknanya sebagai pembantu melindungi badan bagian belakang dari pukulan lawan. Pesan moral yang terkandung dalam Ndeki ialah supaya orang Manggarai ada ekstra upaya ketahanan diri/keluarga untuk melintasi ruang dan waktu dalam dinamika kehidupan, sehingga tidak hanya mengandalkan ketahanan hidup yang utama (Ngiling dan Keret) tetapi juga alternatif lain (disimbolkan ke dalam Ndeki) untuk menangkis atau menyikapi terpaan kehidupan.
h. Nggorong
Giring-giring yang ukurannya bervariasi dan berbunyi saat pemain bergerak lomes (ekspresi seni tari). Pesan moralnya supaya orang Manggarai setiap kali berupaya/bekerja senantiasa ada gaungnya untuk/bagi orang sekitarnya.
i. Sapu Tangan. Pengganti kipas dalam kelong atau lomes.
Peralatan Caci
Nggiling.
Tameng dari kulit kerbau yang dikeringkan, dibentuk bulat dengan diameter kurang lebih 60 cm. Di sekelilingnya dibuat dengan jahitan rotan supaya tidak tajam tepinya bila bersentuhan dengan kulit manusia. Garis tengah vertikalnya dipasang kayu kering yang kuat sebagai tempat pegangan saat menangkis pukulan lawan. Nggiling simbol bumi bulat tanpa bertepi. Maknanya, alat penangkis dan perlindungan badan dari pukulan lawan. Pesan moral, yaitu alat/sarana utama wajib disiapkan setiap orang Manggarai untuk menyikapi terpaan kehidupan. (Benteng utama kehidupan ekonomi).
Agang/Koret.
Agang atau Koret dibentuk setengah lingkaran dibuat dari Nanga (rotan besar) atau ranting bambu yang ditekukkan setengah lingkaran yang berdiameter kurang lebih satu setengah meter. Nanga atau ranting bambu itu kurang lebih 3 sampai 5 batang yang besarannya sepemegang tangan (seluruhnya dapat digenggam). Manfaatnya sebagai penangkis pukulan lawan. Ujung luar dari Agang atau Koret ini digantung tall pengaman sebesar ibu jari kaki. Agang atau Koret adalah simbol cakrawala langit. Maknanya, mengingatkan orang Manggarai tentang penyesuaian diri dengan alam raya/pengaruh alam terhadap kehidupan.
Lempa.
Alat pemukul dari Nanga (rotan besar), yang besarnya kurang lebih sebesar ibu jari kaki orang dewasa, sedangkan kebutuhan panjangnya kurang lebih 50-70 cm, yang pada ujungnya dipintal untuk dapat mengikat larik (kulit kerbau yang dikeringkan, setebal kurang lebih 1 cm dan panjangnya kurang lebih 1 meter). Dalam konteks dinamika kehidupan, Lempa sebagai simbol terpaan situasi kehidupan di bawah cakrawala/kolong langit ini, yang harus disikapi oleh orang Manggarai sebagai senandung kehidupan. Perangkat Musik/Bunyi-Bunyian, yaitu Gong dengan kayu pemukulnya dan Gendang dengan kayu pemukulnya bila berirama kedendit.
Pesan Moral/Moril
Dari sudut pandang nilai tontonan dan nilai tuntunan, maka secara umum dapat dikatakan bahwa keseluruhan aktivitas caci sebagai suatu sistem bernilai pedagogis tinggi karena seolah senandung kehidupan didramatisasi melalui caci, baik nilai persatuan, etika, estetika, maupun kewaspadaan dalam menyikapi kehidupan demi ketahanan diri/keluarga. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
Nilai Pedagogis, yaitu mendidik orang Manggarai untuk tahu dan mau mensyukuri nikmat kehidupan ini, balk kepada Pencipta maupun kepada leluhur melalui ritus-ritus adat menjelang caci dipentaskan. Melalul lagu-lagu yang didendangkan semuanya syarat dengan pesan-pesan mengajarkan dan mengingatkan orang Manggarai betapa pentingnya kebersamaan/persatuan dan tampilan badan yang bersih dari pemain. Harmonisnya intra group dalam kekompakan Danding atau menjawab secara bersama lagu yang dilantunkan pemain (cako-wale)
Nilai Etika (sopan santun), yaitu memberi dan menerima Nggiling dengan penuh sopan santun (berlutut satu kaki baik bagi pemberi maupun penerima Nggiling). Dalam nilai etika ini membiasakan dan mengajarkan orang Manggarai untuk senantiasa menghargai/menghormati orang lain sebagai saudara, karena orang lain adalah diri kita yang lain. Dalam ekspresi keperkasaan (Rait) atau bernyanyi tidak menyindir lawan/orang lain, karena caci haruslah mengekspresikan kegembiraan dalam berpesta atau beraksi. Selama beraktivitas caci, miras dibatasi untuk tidak menimbulkan kegalauan karena kemabukan dan yang merasa diri salah ucap atau salah tingkah, wajib minta maaf kepada yang bersangkutan.
Nilai Persatuan, yaitu Kebersamaan/kekompakan intragroup, baik dalam kelompok Ineame maupun kelompok woe atau tamu (meka kandang) atau pemilik pesta Kebersamaan/kekompakan antara pemain dengan penabuh gong gendang, antara penyayi dengan kelompoknya; antara penabuh dengan pelantun lagu. Tampak unsur pengorbanan (balk waktu, tenaga, sarana/prasarana, dan sebagaianya).
Nilal Religiositas, yaitu acara apapun, termasuk mengawali aktivitas caci, senantiasa diawali dengan doa bersama secara adat (acara Teing Hang: dan sebagainya).
Tradisi Tata Cara Caci
Pagi hari pada hari pertama:
Lonto Iwut (berkumpul dalam posisi duduk). Mendengarkan arahan/petunjuk serta peneguhan din tetus adat dalam kelompoknya seputar efek pengiring Toto loke (pamer kehadiran) inti arahan/petunjuk/peneguhan adalah peringatan/himbauan supaya yang ikut tampil tidak berbuat sesuatu yang asusila sebelumnya dengan warga kampong tempat pentas caci dilaksanakan, karena konon biasanya kalau itu terjadi, maka yang bersangkutan mengalami cidera berat (boke) atau kena bagian mata/muka. Setelah diberi peneguhan, secara bersama berdoa pada leluhur agar mereka terlindun dari Juka parah/cidera fisik.
Selek (siap berpakaian lengkap)
Yang siap tampil pertama (yang selek) berbusana lengkap sampai dengan pemakalan panggal, harus 3 orang. Mengapa 3 orang yang berbusana lengkap pada tahap Toto Loke? Hal tersebut berpegang pada falsafah Leke Telu (tempurung bermata tiga), yaitu Ita le mata (mata melihat), Denge le tilu (Telinga mendengar), dan Tombo le mu'u (mulut bertutur). Maknanya agar mata mampu membaca lawan dalam arah gerak-geriknya, telinga mampu mendengar dan mulur bertutur sopan santun.
Renggas (Seruan aklamasi tanda memulai)
Setelah beberapa orang (terutama 3 orang yang berbusana lengkap) telah siap, maka dimulai dengan Renggas.
Inti Renggas:
1.) Kudut Wa'u Wa tana,
2.) Kudut kengko beo,
3) Kudut bae le leso par,
4.) Kudut bae le natas kelong
Terdepan tetua adat kelompoknya, menyusul 3 orang pemain tahap awal yang sudah berpakaian lengkap, disusul anggota/warga kelompoknya secara bersama jalan/conda (bernyanyi sambil berjalan). Arah ronda ikut arah jarum jam disebut ba leso menuju tempat pilihan (pilih naga), yang biasanya di halaman depan rumah gendang. Akhir-akhir ini kemah.nonton telah disiapkan, termasuk untuk tamu (woe/meka) sehingga ronda menuju tempat yang telah tersedia setelah lilik.compang (Mengitari mesbah) tiga kali. Makna lilik compang untuk memohon restu dari leluhur kampung itu. Biasanya yang duluan ronda ata ngara beo. Mengapa ata ngara beo (tim ronda warga kampung itu) lebih dahulu? Alasannya etika, kurang layak tamu lebih dahulu karena akan ada sial macam-macam.
Penerimaan dan pengaharan dari tu'a beo.
Setelah regu tamu menempati tempat yang tersedia, dilakukanlah penerimaan secara adat melalui tuak kapu. Penerimaan Tuak Kapu oleh Tua adat kelompok tamu dengan membalasnya dalam bentuk uang (kurang lebih melebihi harga pasar). Setelah membalas penerimaan secara adat, maka tu'a beo memberikan arahan supaya caci terlaksana penuh kedamaian dan suka cita, penuh etika dan penuh persaudaraan. Yang berlaku kasar/salah wajib memohon maaf dengan santun. Melakukan pukulan hanya sekali setiap kali dan dilarang pukul Tarik. Masing-masing kelompok wajib mengingatkan/menegur anggotanya bila melakukan pelanggaran. Setiap pelanggaran wajib memohon maaf langsung kepada yang bersangkutan secara santun. Setelah selesai pengarahan dari tu'a beo, maka tu'a beo secara resmi menyerahkan Nggiling, Koret dan Lempa kepada tamu dan dilangsungkan dengan paki reis (cambuk/pukul kehormatan). Setelah Paki Reis, maka mulailah pentas caci dilakukan.
Pentas caci dihentikan sore hari (sebelum mentari terbenam) oleh Tu'a Beo.
Setelah itu dilakukan Ronda untuk bubar hari itu. Terdepan tetua adat kelompoknya, menyusul 3 orang pemain tahap awal yang sudah berpakaian lengkap, disusul anggota/warga kelompoknya secara bersama jalan/conda (bernyanyi sambil berjalan). Arah Ronda ikut arah jarum jam disebut Ba Leso menuju tempat pilihan (pilih naga), yang biasanya di halaman depan rumah gendang. Akhir-akhir ini kemah nonton telah disiapkan, termasuk untuk tamu (woe/meka) sehingga Ronda menuju tempat yang telah tersedia setelah lilik.compang (Mengitari mesbah) tiga kali. Makna lilik compang untuk memohon restu dari leluhur kampung itu. Blasanya yang duluan ronda Ata ngara beo. Mengapa Ata ngara beo (Tim Ronda warga kampung itu) lebih dahulu? Alasannya etika, kurang layak tamu lebih dahulu karena akan ada sial macam-macam.
Komentar
Posting Komentar