Nyanyian Tradisonal Mbata

 Mbata


Description

Mbata adalah Nyanyian tradisional Manggarai. Mbata salah satu bagian dari tata upacara adat penti (syukur tahunan) bagi orang Manggarai. Dalam tradisi orang Manggarai, mbata dinyanyikan setiap malam selama kurang lebih satu bulan sebelum acara penti dimulai (hari-H). Diisi dengan nyanyian-nyanyian adat disertai bunyian musik tradisional gong dan gendang.

Type of Mbata

Mbata bersifat sakral. 

Referent

Mbata mewakili tiga kabupaten, yaitu Manggarai Timur, Manggarai, dan Manggarai Barat

History

Mbata sebagai wujud ungkapan kegembiraan disertai rasa syukur kepada Mori agu Ngaran 'Maha Pencipta', Leluhur, dan Alam Semesta melalui alunan musik tradisional gong dan gendang. Orang Manggarai menyebut Sang Pencipta dengan sebutan lokal “Mori Jari Agu Dedek”, yaitu melalui tangan Tuhan menciptakan manusia dan alam semesta. Mbata dinyanyikan dengan iringan pukulan gong dan gendang yang lembut sambil duduk dalam lingkaran atau membentuk barisan. Pemain musik gong dan gendang bisa berada dalam lingkaran bisa juga di luar lingkaran sambil menabuh gong dan gendang disesuaikan dengan nyayian di dalam lingkaran. Pemain musik laki-laki berpakaian adat khas Manggarai, yaitu kain songke, baju putih, dan mengenakan gestar di kepala. Pemain musik perempuan mengenakan kain songke, baju kebaya, disertai selendang. 

Values

Mbata mengandung nilai religius, budaya, ekologi, dan ekonomi

Correography

Mbata dilakukan dengan cara duduk melingkar disertai nyanyian dan bunyian musik tradisional gong dan gendang. Salah satunya berperan sebagai tukang cako (solis) dan yang lain sebagai tukang wale (reff/dinyanyikan bersama-sama) secara bergantian. Yang dinyanyikan berupa syair-syair adat yang maknanya sangat mendalam dan bersifat tematis. 

Acompaniment Instrument

Mbata menggunakan alat musik tradisional gong dan gendang

Equipment

Pemain musik laki-laki berpakaian adat khas Manggarai, yaitu kain songke, baju putih, dan mengenakan destar di kepala. Pemain musik perempuan mengenakan kain songke, baju kebaya, disertai selendang. Peserta laki-laki mengenakan busana adat songke, deko bakok, baju putih, Sapu/topi re'a, peserta perempuan mengenakan baju kebaya, songke, retu, dan slendang

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ODW Gua Batu Cermin

Situs Prasejarah Liang Verhoeven

Tete Kilu dan Kenangan yang Terlupakan